Aqidah Ahlus Sunnah Tentang Alam Kubur
Bab I
‘Aqidah Ahlus Sunnah Tentang Alam Kubur
Para ulama Salaf, Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Ahlul Hadits wal Atsar, mereka semua meyakini masalah-masalah yang berhubungan dengan alam kubur dan keadaan para penghuninya sampai kepada masalah kebangkitan seluruh manusia dari alam kubur, sesuai dengan yang terungkap di dalam ayat-ayat al-Qur-an, hadits-hadits shahih, dan perkataan-perkataan para Salaf, bahwasanya:
1. Iman Kepada Siksa dan Nikmat Kubur Merupakan Keimanan Kepada Perkara yang Ghaib
Maka mereka mengimani segala hal yang dikabarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hal tersebut adalah shahih, maka semuanya wajib dibenarkan, baik dapat disaksikan dengan panca indera kita atau tidak, difahami dengan akal kita atau tidak. Di antara keimanan kepada perkara yang ghaib adalah beriman kepada hari Akhir dan beriman kepada siksa kubur, nikmatnya, fitnahnya dan keadaan-keadaannya.[1]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ ۚ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَۗ
“Dan mereka yang beriman kepada Kitab (al-Qur-an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.” [Al-Baqarah/2: 4]
2. Tiga Alam dan Masing-masing Hukum untuknya
Mereka semua mengimani alam yang tiga, yaitu dunia, kubur, dan akhirat. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan setiap alam tersebut berbagai hukum yang dikhususkan kepada masing-masing alam tersebut, Dia menyusun manusia dari badan dan jiwa, Dia-lah Allah Yang menjadikan hukum dunia kepada badan sedangkan ruh mengikutinya, dan menjadikan hukum alam kubur kepada ruh sedangkan jasad mengikutinya. Dan apabila telah datang hari dikumpulkannya jasad-jasad, dan manusia berdiri (bangkit) dari kubur-kubur mereka, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan hukum, nikmat dan siksa di dalamnya menimpa ruh juga badan secara bersamaan.[2]
3. Kubur adalah Persinggahan Pertama Alam Akhirat.
Mereka semua mengimani bahwa kubur adalah persinggahan pertama alam akhirat. Jika seorang hamba selamat darinya, maka alam yang berikutnya akan dialami dengan lebih mudah olehnya. Dan jika dia tidak selamat, maka alam berikutnya akan dialami lebih sulit lagi, hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ الْقَبْرَ أَوَّلُ مَنَـازِلِ اْلآخِرَةِ، فَإِنْ نَجَـا مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَيْسَرُ مِنْهُ، وَإِنْ لَمْ يَنْجُ مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَشَدُّ مِنْهُ.
“Sesungguhnya kubur adalah persinggahan pertama dari kehidupan akhirat, jika seseorang selamat darinya, maka (kehidupan) setelahnya akan lebih mudah. Dan jika seseorang tidak selamat darinya, maka (kehidupan) setelahnya akan lebih dahsyat.”[3]
Persinggahan di alam akhirat itu banyak sekali, yang pertama dan paling dekat dari kehidupan manusia adalah alam kubur, lalu alam kebangkitan, dikumpulkan di alam mahsyar, mauqif, hisab, shirat, mizan, dan yang lainnya…
Kubur adalah persinggahan pertama untuk kehidupan akhirat dan persinggahan terakhir untuk kehidupan dunia, karena itu alam kubur dinamakan pula alam Barzakh (benteng pembatas antara dunia dan akhirat).
Bencananya merupakan tanda bagi seluruh malapetaka dan apa yang dilihat oleh seorang hamba adalah tanda yang menunjukkan ke mana seorang hamba akan kembali, jika dia adalah orang kafir dan munafik:
فَيُفْرَجُ لَهُ فُرْجَةٌ قِبَلَ النَّارِ، فَيَنْظُرُ إِلَيْهَا يَحْطِمُ بَعْضُهَـا بَعْضًا، فَيُقَـالُ لَهُ: هَذَا مَقْعَدُكَ عَلَى الشَّكِّ كُنْتَ وَعَلَيْهِ مُتَّ وَعَلَيْهِ تُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى ثُمَّ يُعَذَّبُ.
“Maka Neraka diperlihatkan kepadanya, lalu dia melihat di dalamnya satu sama lain saling menghantam dan dikatakan kepadanya, “Ini adalah tempatmu, dahulu kamu ada di dalam keraguan, mati dalam keadaannya, dan dibangkitkan dalam keadaannya, insya Allah. Kemudian dia diadzab.”[4]
Dia berkata:
رَبِّ لاَ تُقِمِ السَّاعَةَ.
“Ya Allah! Jangan Engkau datangkan hari Kiamat.”[5]
Dia mengatakan seperti itu, karena tahu akan segala siksa yang akan didapatkannya di alam berikutnya sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah janjikan.
Adapun seorang muslim yang melakukan kemaksiatan, jika dia selamat dan dirinya dibersihkan dengan adzab kubur, maka kehidupan yang akan dialami selanjutnya akan lebih mudah. Sebab jika dia memiliki dosa, maka dosanya itu akan dihapus dengan siksa kubur. Dan jika dia tidak selamat dengan tidak dibersihkan dirinya dari dosa dengan terlepas dari siksa kubur, maka sesungguhnya di dalam dirinya ada dosa tersisa yang menjadikan sebab dia akan mendapatkan siksa pada alam selanjutnya. Sesungguhnya alam yang akan datang kepadanya akan lebih berat, karena Neraka adalah siksa yang paling pedih sedangkan kubur adalah satu lubang dari lubang-lubang Neraka.[6]
4. Malaikat Maut.
Mereka semua mengimani Malaikat Maut yang ditugaskan untuk mencabut semua ruh di alam ini. Hal ini sebagaimana diungkap dalam firman Allah Ta’ala:
قُلْ يَتَوَفّٰىكُمْ مَّلَكُ الْمَوْتِ الَّذِيْ وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ اِلٰى رَبِّكُمْ تُرْجَعُوْنَ
“Katakanlah, ‘Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Rabb-mulah kamu akan dikembalikan.” [As-Sajdah/32: 11].
Nama ini adalah nama baginya (Malaikat Maut) sesuai dengan ayat tersebut. Adapun penamaan Malaikat tersebut dengan sebutan Malaikat ‘Izra-il atau yang lainnya adalah sebuah penamaan yang sama sekali tidak ada dasarnya, kemungkinan besar hal tersebut termasuk ke dalam kategori Isra-iliyyat.[7]
Dan sesungguhnya Malaikat Maut memiliki rekan (para pembantu) yang membantunya di dalam mencabut ruh. Hal ini sebagaimana dijelaskan di dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لَا يُفَرِّطُوْنَ
“… Ia diwafatkan oleh Malaikat-Malaikat Kami, dan Malaikat-Malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.” [Al-An’aam/6: 61].[8]
[Disalin dari Al-Qabru ‘Adzaabul Qabri…wa Na’iimul Qabri Penulis Asraf bin ‘Abdil Maqsud bin ‘Abdirrahim Judul dalam Bahasa Indonesia KUBUR YANG MENANTI Kehidupan Sedih dan Gembira di Alam Kubur Penerjemah Beni Sarbeni Penerbit PUSTAKA IBNU KATSIR]
______
Footnote
[1] Lihat kitab Bahjatun Nufuus (I/128), karya Ibnu Abi Jamrah, Lum’atul I’tiqaad, hal. 24, 26, karya Ibnu Qudamah, dan kitab al-Iimaan, hal. 88, karya Muhammad Nu’aim Yasin.
[2] Ar-Ruuh, hal. 15, karya Ibnul Qayyim, Syarh ath-Thahaawiyyah, hal. 400, karya Ibnu Abil ‘Izz al-Hanafi.
[3] Hadits hasan. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2308) dan beliau berkata, “Hadits ini hasan gharib.” Ibnu Majah (no. 4267) dan yang lainnya dari Amirul Mu’minin ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu anhu. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam ta’liq terhadap kitab al-Misykaah (no. 132) dan di dalam kitab Shahiih al-Jaami’ ash-Shaghiir (no. 5499), Syaikh ‘Abdul Qadir al-Arnauth berkata di dalam ta’liq kitab Jaami’ul Ushuul (XI/ 165), “Sanad hadits ini hasan.”
[4] Hadits hasan. Hadits ini adalah bagian dari hadits ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Ahmad (VI/140) dan yang lainnya. Al-Mundziri di dalam kitabnya at-Targhib (IV/184) berkata, “Sanad hadits ini shahih.” As-Suyuthi di dalam kitab Syarhus Shuduur, hal. 137 dan di dalam kitab al-Haawi (II/88) berkata, “Sanad hadits ini shahih.” Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam kitab Shahiihul Jaami’ (no. 1374).
[5] Hadits shahih. Hadits ini bagian dari hadits al-Barra’ yang masyhur dan yang mencakup keadaan orang-orang mati di dalam kubur juga ketika nyawanya dicabut. Lihat hadits al-Barra’ dengan ta’liqnya di dalam kitab kami, al-Hayaatul Barzakhiyyah, hal. 10-19.
[6] Lihat kitab Tuhfatul Ahwadzi (VI/596), Faidhul Qadiir (II/379) dan Syarh Sunan Ibni Majah (II/568) karya as-Sindi.
[7] Lihat kitab Ahkaamul Janaa-iz wa Bida’uha, hal. 156, karya al-Albani.
[8] Ayat ini sama sekali tidak bertolak belakang dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya…” (Az-Zumar: 42), karena perintah mencabut ruh seorang hamba adalah dari Allah. Sedangkan yang menjalankan (perintah) mematikan dan mencabut (ruh) merupakan kekhususan Malaikat maut dan para pembantunya. Wallaahu a’lam.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/54330-aqidah-ahlus-sunnah-tentang-alam-kubur.html